“Dinas Kesehatan Sumatera Utara
memfokuskan penanganan empat hal penting yakni kemitraan dan kerja sama,
program pelayanan komprehensif berkesinambungan, pengobatan sekaligus
pencegahan, serta kelembagaan.” Ini adalah pernyataan di lead berita “Dinkes Sumut Fokus Tangani HIV/AIDS” (www.waspada.co.id, 1/8-2012).
![]() |
Kantor Gubernur Sumut |
Empat hal yang menjadi fokus Dinas
Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam menanggulangi HIV/AIDS
di Sumut merupakan langkah penanggulangan di hilir. Artinya, Dinkes Sumut
membiarkan ada penduduk yang tertular HIV dahulu baru ditangani.
Data kumulatif HIV/AIDS di Sumut
sampai Juni 2012 dilaporkan sebanyak 3.422 kasus.
Terkait dengan langkah untuk
menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, adalah program yang konkret yaitu
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, terutama melalui
hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), terutama PSK langsung
(PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran dan tempat-tempat hiburan,
penginapan, losmen, hotel melati dan hotel hotel berbintang yang menyediakan
kamar untuk transaksi seks).
Persoalan yang terjadi di Sumut
adalah Pemprov Sumut tidak mengakui ada kegiatan (praktek) pelacuran di Sumut
dengan alasan di Sumut tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibina, dalam hal
ini dilakukan oleh Dinas Sosial (Dinsos) setempat.
![]() |
WPS Medan (harian sumutpos.com) |
Jika Pemprov Sumut tetap
mengabaikan praktek pelacuran sehingga tidak ada program yang konkret berupa
intervensi tehadap laki-laki ‘hidung belang’ untuk mewajibkan mereka memakai
kondom maka penyebaran HIV di Sumut akan terus terjadi.
Disebutkan bahwa kerja sama yaitu
memperkuat kerja sama melalui LSM, dinas atau satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Persoalannya adalah: Apakah
Pemprov Sumut mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran
HIV/AIDS?
Tentu saja tidak ada! Maka, LSM,
dinas dan satuan kerja tidak akan bisa bekerja karena tidak ada program yang
akan dilaksanakan.
Program penanggulangan HIV/AIDS
dalam skala provinsi merupakan penjabaran program yang dibuat oleh pemerintah
provinsi untuk dilakukan di tiap kabupaten dan kota agar ada kesinambungan
program.
Disebutkan dalam berita “Program pelayanan komprehensif dan berkesinambungan artinya pelayanan dari hulu sampai ke hilir atau pelayanan satu atap seperti pelayanan PMTCT, IDUs, TB-HIV.”
![]() |
Wilayah Kerja Pemprov Sumut |
Nah, dari langkah yang disebutkan
di atas kian jelas bahwa yang dilakukan hanyalah di hilir. Pelayanan PMTCT
(pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya) dan penangangan pada
penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) merupakan kegiatan di
hilir.
Artinya, ditunggu dulu ada ibu
hamil yang tertular HIV/AIDS baru dilayani dengan program PMTCT. Begitu juga
dengan penyalahguna narkoba mereka memakai narkoba dulu baru ditangani.
Menurut Kasi Bimdal Pencegahan Penyakit Dinkes Sumut, Sukarni, di Medan: “Tahap pertama di Kota Medan dengan 5 pelayanan yaitu di 4 puskesmas dan satu klinik dan pada bulan Agustus nanti akan diberikan pelatihan kepada petugasnya.”
Yang dilayani di empat puskesmas
dan satu klinik itu kelak tentulah orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS.
Ini artinya penanganan dilakukan di hilir. Selain itu apakah Pemprov Sumut
mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu-ibu hamil?
Disebutkan pula: “ …. pengobatan
yang juga sebagai pencegahan, yakni menemukan secara dini kasus HIV di layanan
standar dan pelayanan jadi pintu masuk untuk pencegahan dan pengobatan, bagi
yang berisiko tinggi dan berisiko rendah.”
Menemukan kasus HIV/AIDS secara
dini pun tetap merupakan langkah di hilir karena yang ditemukan adalah
orang-orang yang sudah tertular HIV/AIDS.
Ada lagi pernyataan: “Kalau
kepada WPS diberikan penjelasan mengenai fungsi kondom.”
Yang diperlukan bukan penjelasan
tentang fungsi kondom kepada WPS, maksudnya PSK-pen., tapi langkah yang konkret
berupa program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki ‘hidung belang’ ketika
mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Selama Pemprov Sumut tidak mempunyai program penanggulangan HIV/AIDS yang konkret dan realistis, maka selama itu pula penyebaran HIV di Sumut akan terus terjadi, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. *** Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.