07 Agustus 2012

Kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua Terus Bertambah

Tanggapan Berita. Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Papua tercatat 12.187. Sebagian besar dari pengidap HIV/AIDS terdeteksi di masa AIDS (Pengidap HIV/AIDS di Papua Terus Meningkat, kompas.com, 6/8-2012).

Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Maka, laporan kasus akan terus bertambah atau meningkat seiring dengan jumlah kasus baru yang terdeteksi. Maka, biar pun banyak penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia laporan kasus HIV/AIDS akan terus bertambah.

Disebutkan bahwa sebagian besar pengidap HIV/AIDS di Papua terdeteksi mengidap HIV pada masa AIDS dengan berbagai macam penyakit penyerta. Pejabat Gubernur Papua Syamsul Arief Rifai, mengatakan: "Yang membuatnya prihatin, dari total angka kasus itu, sebagian besar korban telah mengidap AIDS. Artinya, sebagian besar ditemukan telah sakit berat."
Data itu menunjukkan bahwa penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS diketahui ketika mereka berobat karena penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS, al. diare dan TBC. Penyakit ini pulalah kelak yang menyebabkan kematian pada mereka.

Seseorang terdeteksi mengidap  HIV/AIDS pada masa AIDS, berarti ybs. sudah tertular HIV antara 5 – 15 tahun sebelumnya (Lihat gambar).

Celakanya, selama rentang waktu antara 5 – 15 sebelum terdeteksi orang-orang yang mengidap HIV/AIDS tidak menyadari diri mereka sudah terbular HIV. Akibatnya, mereka pun menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Laki-laki yang beristri menularkan HIV kepada istrinya atau perempuan lain yang menjadi pasangan seksnya, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Yang jadi pertanyaan besar adalah: Apakah di Prov Papua dilakukan konseling pasangan?

Artinya, kalau seorang laki-laki terdeteksi mengidap HIV/AIDS, istrinya diajak mengikuti konseling (bimbingan) untuk mendorongya menjalani tes HIV. Begitu pula kalau seorang perempuan terdeteksi mengidap HIV/AIDS, maka pasangannya dikonseling pula agar mau menjalani tes HIV.

Disebutkan bahwa dalam catatan Komisi Penanggulangan AIDS Papua dan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, kasus HIV/AIDS tak hanya ditemukan di wilayah pesisir Papua. Kasus itu telah merangsek hingga ke wilayah-wilayah pedalaman, seperti di Jayawijaya dan Paniai.

Penyebaran HIV tergantung pada perilaku seksual penduduk, terutama laki-laki bukan karena letak geografis daerah. HIV/AIDS tidak mengenal tempat karena virus (HIV) terdapat dalam cairan tubuh (darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu/ASI) orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.

Kalau ada laki-laki dari pedalaman yang melacur tanpa kondom di lokasi pelacuran, lokalisasi pelacuran atau tempat-tempat hiburan di luar pedalaman, maka dia berisiko tertular HIV. Kalau ada laki-laki pedalaman yang tertular HIV dengan faktor risiko hubungan seks, maka laki-laki itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di daerahnya (di pedalaman).

Dalam kaitan inilah yang menjadi persoalan besar adalah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki yang tertular melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, tempat-tempat hiburan, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang.

Maka, yang memprhatinkan di Papua bukan jumlah kasus HIV/AIDS yang meningkat, tapi Pemprov Papua tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui praktek pelacuran dengan PSK.

Persoalan lain adalah ada kesan PSK hanyalah yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Ini dikenal sebagai PSK langsung.

Padahal, ada juga PSK tidak langsung yaitu perempuan yang melakukan praktek pelacuran tapi tidak di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Mereka ‘mangkal’ di tempat-tempa hiburan, seperti kafe, pub, panti pijat, biliar, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang. PSK tidak langsung tidak bisa dikenali karena mereka memakai cara-cara tertentu untuk melakukan transaksi seks, seperti melalui kurir atau telepon.

Di beberapa daerah, seperti di Denpasar (Bali) dan Makassar (Sulawesi Selatan), PSK tidak langsung menjadi faktor pendorong penyebaran HIV.

Kondisi yang sama bisa saja terjadi di Papua. Laki-laki, tertutama yang mempunyai penghasilan besar, seperti pegawai dan karyawan, akan memilih PSK tidak langsung. Dalam benak mereka yang mereka lakukan bukan melacur dengan PSK karena tidak dilakukan di lokasi atau lokalisasi pelacuran.

Kalau di lokasi atau lokalisasi pelacuran ada penjangkauan berupa sosialisasi kondom, maka pada praktek pelacuran dengan PSK tidak langsung tidak ada upaya untuk mendorong laki-laki yang melacur untuk memakai kondom ketika sanggama dengan PSK tidak langsung.

Terkait dengan HIV/AIDS di Papua, menurut Syamsul, pemerintah (maksudnya Pemprov Papua-pen.) terus berupaya mengobati dan mencegah penularan kasus tersebut. Namun, di sisi lain, saat ini pemerintah Papua pun dihadapkan pada beberapa kendala, seperti terbatasnya jumlah tenaga kesehatan serta sarana dan prasarana.

Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap upaya Pemprov Papua, tapi pengobatan adalah penanggulangan di hilir. Artinya, pemerintah setempat menunggu ada dulu penduduk yang tertular HIV baru diobati.
Langkah konkret yang harus dilakukan Pemprov Papua untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK, terutama di lokasi atau lokalisasi pelacuran.

Langkah berikutnya adalah membuat regulasi agar perempuan hamil menjalani (survailans) tes HIV. Cara ini akan mendeteksi kasus HIV ke ‘atas’ yaitu ada laki-laki atau suami yang menularkan HIV kepada prempuan hamil tsb.

Selanjutnya adalah menjalankan program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Tanpa langkah-langkah yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Prov Papua akan terus terjadi. Bisa saja pada rentang waktu tertentu penemuan kasus baru turun, tapi ini bukan jaminan tidak ada lagi penyebaran HIV (baru) karena kasus baru terdeteksi di masa AIDS. Artinya, 5 – 15 tahun ke depan baru terdeteksi kasus baru lagi. ***[Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.