Tanggapan Berita. “Pemerintah terus meningkatkan layanan
pengobatan, perawatan, dukungan dan kepedulian bagi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA), yang dimulai dari rujukan di rumah sakit untuk terapi ARV, kemudian
dikembangkan ke tingkat pelayanan sekunder dan primer seperti puskesmas.” Ini
pernyataan pada lead berita “Pemerintah
tingkatkan layanan bagi ODHA” (www.waspada.co.id, 7/8-2012).
Kasus
kumulatif HIV/AIDS di Prov Sumatera Utara (Sumut) sampai Juni 2012 dilaporkan
3.422.
Layanan
pemerintah yang dimaksud pada lead
berita itu merupakan penanggulangan di hilir. Layanan tsb, yaitu pengobatan,
perawatan, dukungan dan kepedulian bagi Odha (Orang dengan HIV/AIDS) baru bisa
dilakukan kalau ada yang sudah tertular HIV atau mengidap HIV/AIDS. Itu artinya
pemerintah menunggu sampai ada penduduk yang tertular HIV (di hulu) baru
ditangani dengan layanan pengobatan, perawatan, dukungan dan kepedulian.
Lebih
jauh Plt Kabid Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK), Dinas Kesehatan Sumut,
Sukarni, mengatakan: "Untuk itu diperlukan pembentukan lima layanan komprehensif
di lima puskesmas di Kota Medan agar sistim efisien efektif serta membangun
jejaring yang saling mengisi dan mendukung guna keberhasilan program
penanggulangan HIV/AIDS."
Langkah
dinas kesehatan itu lagi-lagi menunjukkan yang dilakukan adalah penanganan di
hilir. Lima puskesmas di Kota Medan itu hanya akan menunggu penduduk yang sudah
mengidap HIV/AIDS.
Persoalan
berat yang menjadi hambatan adalah pemerintah dan pemerintah daerah tidak
mengakui lokasi atau lokalisasi pelacuran, sehingga program penanggulangan tidak
bisa dijalankan dengan efektif.
Masih
menurut Sukarni, beberapa tahun belakangan ini banyak kemajuan yang dicapai
dalam program pengendalian HIV di Sumatera Utara.
Sayang
wartawan tidak menanyakan apa kemajuan yang konkret terkait dengan pengendalian
HIV/AIDS di Sumut. Kalau yang dimaksud kemajuan adalah jumlah kasus yang
terdeteksi, maka itu lagi-lagi hanya penanggulangan di hilir.
Dikabarkan
di Sumut sejak tahun 2010 baru ada 16 daerah yang memiliki klinik Voluntary Counseling
and Testing (VCT), yaitu klinik untuk menjalani tes HIV dengan konseling secara
gratis.
Pertanyaannya
adalah: Apa langkah konkret Pemprov Sumut untuk mendorong orang-orang yang
perilakunya berisiko tertular HIV agar mau ke klinik VCT?
Lagi-lagi
wartawan tidak bertanya sehingga tidak ada penjelasan tentang upaya Pemprov
Sumut untuk mengajak penduduk yang perilakunya berisiko agar menjalani tes HIV
di klinik VCT.
Jika
tidak ada langkah yang konkret untuk mendorong penduduk yang perilaku seksnya
berisiko untuk menjalani tes HIV di klinik VCT, maka penyebaran HIV akan terus
terjadi melalui penduduk yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi belum menjalani tes
HIV. Ini akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’.
***[Syaiful W. Harahap/AIDS Watch
Indonesia]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.