Tanggapan Berita. “Pemerintah Kabupaten Sintang (Prov Kalimantan Barat-pen.)
menemukan setidaknya 18 kasus HIV/AIDS setiap tahun. Dimana dalam rentang 2006
hingga Maret 2012 telah tercatat 102 kasus. Karena itu sebagai upaya pencegahan
diharapkan semua kalangan masyarakat menumbuhkan perilaku hidup sehat dan
menjauhkan diri dari hubungan bebas.” Ini lead
di berita “18 Kasus HIV/AIDS Setiap Tahun” (www.pontianakpost.com, 8/8-2012).
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada
setiap tahun belum tentu insiden penularan terjadi pada tahun tsb.

Kedua, kalau
kasus HIV/AIDS terdeteksi belum pada masa AIDS, maka yang bersangkutan minimal sudah
tertular tiga bulan sebelumnya.
Ketiga, pernyataan
“upaya pencegahan diharapkan semua kalangan masyarakat menumbuhkan perilaku
hidup sehat dan menjauhkan diri dari hubungan bebas” tidak akurat karena tidak
ada kaitan langsung antara hidup tak sehat dan hubungan bebas dengan penularan
HIV.
Penularan HIV melalui hubungan seksual
bisa terjadi di dalam nikah (antara suami-istri) dan di luar nikah, seperti
zina, melacur, ‘selingkuh’, ‘jajan’, ‘seks bebas’, dll. (sifat hubungan
seksual) jika salah satu dar pasangan itu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak
memakai kondom (kondisi hubungan seksual).
Mengait-ngaitkan penularan HIV
dengan hidup sehat akan mendorong masyarakat memberikan stigma (cap buruk) dan
diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS
karena dikesankan mereka tertular karena hidup tidak sehat.
Seorang istri tertular HIV dari
suaminya, bagaimana kita bisa mengatakan istri itu tertular HIV karena hidupnya
tidak sehat?
Sepasang laki-laki dan perempuan
yang tidak mengidap HIV/AIDS tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan
seksual yang mereka lakukan secara zina atau di luar nikah.
Tentang cara menanggulangi dan
mencegah HIV/AIDS, inilah pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kab Sintang, Marcus
Gatot Budi: “ …. Kita harap perilaku hidup sehat dapat ditumbuhkan untuk
mengurangi risiko, agar HIV/AIDS selalu diwaspadai.”
Yang jelas mencegah penularan HIV
melalui hubungan seksual adalah dengan cara tidak melakukan hubungan seksual,
di dalam dan di luar nikah, dengan yang mengidap HIV/AIDS. Ini fakta.
Persoalannya adalah tidak bisa dikenali
orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS, maka jika melakukan hubungan seksual
dengan yang tidak diketahui status HIV-nya, di dalam dan di luar nikah,
laki-laki harus memakai kondom.
Disebutkan pula: “Pencegahan itu
misalnya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, yang dimasukkan agenda rutin
tahunan.”
Pertanyaannya: Berapa lama waktu
yang dibutuhkan agar perilaku seseorang berubah dari berisiko menjadi perilaku
tidak berisiko?
Tentu saja tidak ada yang bisa
memastikan. Maka, sosialisasi tanpa intervensi tidak akan berguna karena
orang-orang tetap melakukan perilaku berisiko.
Disebutkan lagi: “ ….penyebaran
HIV/AIDS harus dapat diantisipasi sedini mungkin. Caranya yakni menghindari
kehidupan menyimpang yang sangat berisiko tinggi tertular. Antara lain …..
berganti-ganti pasangan.”
Risiko tertular HIV melalui hubungan
seksual dengan pasangan yang berganti-ganti bisa terjadi kalau laki-laki tidak
memakai kondom.
Apa, sih, yang dimaksud dengan
kehidupan menyimpang?
Dari aspek seks semua cara untuk
menyalurkan dorongan seksual tidak menyimpang. Lagi pula risiko penularan HIV
melalui hubungan seksual bukan karena ‘kehidupan menyimpang’ (sifat hubungan
seksual), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS
dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom).
Ada lagi pernyataan: “Lantaran,
resiko tertular sangat tinggi untuk menimpa kepada siapapun.”
Pernyataan ini tidak akurat karena
tidak semua orang berisiko tertular HIV. Yang berisiko tertular HIV, al.
melalui hubungan seskual, adalah orang-orang yang melakukan hubungan seksual
tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti
atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.
Pertanyaannya
adalah: Apakah Pemkab Sintang bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa penduduk
Sintang yang melacur tanpa kondom di Sintang atau di luar Sintang?
Kalau
jawabannya BISA, maka penyebaran HIV/AIDS di Sintang bukan melalui hubungan
seksual.
Tapi,
kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada persoalan besar yang dihadapi Pemkab
Sintang yaitu penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko (melalui) hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah melalui laki-laki ‘hidung
belang’.
Penyebaran
HIV yang terus terjadi akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’ di masa yang akan
datang. ***[Syaiful W. Harahap/AIDS Watch
Indonesia]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.