30 Agustus 2012

Di Solo, Lokalisasi Pelacuran Ditutup Pelacuran Terselubung Merajalela


Meningkatnya praktik prostitusi terselubung terbukti telah menambah daftar para penderita HIV/AIDS. Apalagi dengan hadirnya praktik prostitusi di dunia maya, penyebaran penyakit mematikan tersebut pun kian susah dikendalikan.” Ini lead di berita “Prostitusi Kian Liar, Kasus HIV/AIDS Menjalar” (www.solopos.com,

Penutupan ‘Silir’: Apakah (Bisa) Menghapus Pelacuran di Kota Solo? - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/penutupan-silir-apakah-bisa-menghapus.html).  


“Sejak lokalisasi (pelacuran-pen.) di Solo ditutup, praktik prostitusi kian liar di mana-mana. Akibatnya, upaya untuk membina dan mencegahnya pun kian sulit,” kata pegiat di Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spekham) Solo, Patmin.




Data di Spekham Solo menunjukkan kasus kumuatif HIV/AIDS di Kota Solo sampai pertengahan 2012 mencapai 795.

Disebutkan oleh Patmin, pengidap HIV/AIDS tersebut bukan hanya pekerja seks komersial (PSK), melainkan juga menyerang ibu rumah tangga, anak balita, karyawan swasta, pengusaha, para sopir. Bahkan, para pelajar dan mahasiswa pun juga sudah terserang virus ganas itu.

Pernyataan Patmin ini tidak akurat karena HIV/AIDS tidak menyerang tapi (HIV) menular. HIV bukan virus ganas tapi termasuk retrovirus yaitu virus yang berkembang biak pada sel darah putih manusia di dalam tubuh sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh. Pada akhirnya orang-orang yang tertular HIV akan sampai pada masa AIDS, secara statistic terjadi antara 5 – 15 tahun setelah tertular. Pada masa AIDS inilah kematian terjadi karena imunitas tidak bisa lagi menghalau penyakit-penyakit sehingga menyebabkan kematian.

Disebutkan lagi oleh Patmin: “ … usia paling rentan itu ialah 20 -35 tahun.”

Penyataan ini menyesatkan karena kerentanan seseorang tertular HIV bukan karena usia tapi karena perilaku, terutama perilaku seksual, orang per orang. Perilaku berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual jika dilakukan tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung dan PSK tidak langsung, waria, serta pelaku kawin-cerai.

Koordinator Penanganan Kasus Spekham Solo, Nila Ayu Puspaningrum, mengatakan penting adanya upaya untuk membangun pendidikan kritis bagi perempuan.

Nila tidak objektif. Terkait dengan praktek pelacuran dan eksploitasi seks terhadap perempuan yang jadi kunci adalah laki-laki. Maka, laki-laki yang harus dididik agar bisa menjaga nafsu birahinya agar tidak melacur (tanpa kondom) dan melakukan penindasan seksual terhadap perempuan.

Karena praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung baik melalui dunia maya, telepon, kurir, dll. tidak bisa dikontrol, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Solo akan terus terjadi.

Celakanya, Peraturan Walikota Surakarta tentang pencegahan HIV/AIDS pun sama sekali tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS (Lihat: Peraturan Walikota Surakarta (Solo) tentang Penanggulangan HIV dan AIDS - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/peraturan-walikota-surakarta-solo.html).  


Pada akhirnya penyebaran HIV/AIDS di Kota Solo akan bermuara pada ’ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.