07 Agustus 2012

Brosur HIV/AIDS: Berisi Materi yang Menyesatkan



Oleh  Syaiful W. Harahap

Informasi tentang HIV/AIDS yang akurat merupakan “vaksin” (bibit penyakit yang sudah dilemahkan yang dimasukkan ke tubuh untuk mencegah penyakit masuk) karena dengan mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret seseorang bisa melindungi dirinya agar tidak tertular dan menularkan HIV.

Celakanya, banyak brosur (1. bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem; 2. cetakan yang hanya terdiri atas beberapa halaman dan dilipat tanpa dijilid; 3. selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat, tetapi lengkap) yang memuat informasi HIV/AIDS yang tidak akurat.

Membingungkan
(trainingfreeinformation.co.cc)
Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian banyak orang yang “tersesat” sehingga tertular HIV karena mereka tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret.

Berikut ini beberapa brosur yang berisi materi HIV/AIDS yang menyampaikan cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang tidak akurat sehingga bisa menyesatkan (misleading).

I. Dalam brosur AIDS yang diterbitkan oleh KPA Kota Dumai, Prov. Riau, disebutkan: Cara penularan HIV dan AIDS: Berhubungan seks berganti pasangan dengan orang yang tidak tahu status HIV/AIDSnya.

 [Tanggapan: Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa tejadi di dalam dan di luar nikah dengan pasangan tetap atau pasangan yang berganti-ganti (pekerja seks langsung yaitu pekerja seks di lokasi atau lokalisasi atau pekerrja seks tidak langsung yaitu ‘cewek bar’. ‘cewek di salon plus’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, perempuan pemijat di panti pijat plus, serta pelaku kawin-cerai) jika salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama]. Yang disebutkan dalam brosur itu adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV.

II. Dalam brosur Fakta tentang HIV/AIDS (diterbitkan oleh Depkes-ASA-FHI-KPAN-USAID) disebutkan: HIV/AIDS menular melalui hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom. [Tanggapan: penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena dilakukan dengan berganti-ganti pasangan tanpa kondom tapi karena salah satu dari pasangan itu HIV-positif. Biar pun berganti-ganti pasangan kalau keduanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV].

III. Dalam brosur HIV/AIDS Torang Perlu Tahu (diterbitkan oleh USAID-FHI-Depkes-KPA-Concern Indonesia) disebutkan: HIV bisa menular lewat “Baku nae sabarang tara pake kondom”. [Tanggapan: penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena dilakukan dengan sembarang orang tanpa kondom, tapi karena salah satu dari pasangan itu HIV-positif. Hubungan seksual yang ‘sembarangan’ tanpa kondom adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV].

IV. Dalam brosur Stop AIDS (diterbitkan oleh Depkes-Hari AIDS Sedunia 2006-Media Centre Depkes) disebutkan: “melindungi diri dari penularan dengan cara (1) Lakukan seks yang aman dengan tidak melakukan hubungan seks sebelum waktunya, setia pada pasangan, dan selalu menggunakan kondom kalau berhubungan seks bukan denganpasangan.” [Pertama, tidak melakukan hubungan seks sebelum waktunya ini tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan hubungan seks sebelum waktunya. Kedua, setia pada pasangan juga tidak akurat karena kalau salah satu pasangan HIV-positif maka ada risiko penularan biar pun setia. Ketiga, selalu menggunakan kondom kalau berhubungan seks bukan dengan pasangan. Ini pun tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV melalui hubungan seksual dengan bukan pasangan.]

V. Dalam brosur “Kenali HIV & AIDS Pikir Bijak Perilaku Sehat” dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia dan Komisi Penanggulangan AIDS (tanpa tahun) disebutkan pada bagian Pencegahan penularan HIV bahwa HIV dapat dicegah dengan melakukan:

A - Anda berpuasa seks. Bila belum menikah atau jauh dari keluarga. [Tanggapan: Pertama, mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah dengan cara tidak melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang mengidap HIV/AIDS. Kedua, tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV melalui hubungan seksual pada waktu belum menikah, selama menikah dan tidak menikah. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi karena salah satu mengidap HIV/AIDS dan suami atau pasangan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Ketiga, risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena dekat atau jauh dengan keluarga, tapi tergantung pada perilaku seksual orang per orang dekat atau jauh dari keluarga].

Dari cara A tersebut tidak ada penjelasan tentang cara mencegah penularan HIV pada pasangan suami istri jika salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS. Manalah mungkin sepanjang hidup mereka harus puasa seks.

B – Bersikap saling setia dengan pasangan tetap [Tanggapan: Pertama, jika salah satu dari pasangan tetap mengidap HIV/AIDS biar pun setia seumur hidup tetap ada risiko penularan HIV kalau suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, bisa saja terjadi satu pasangan saling setia pada rentang waktu tertentu, kemudian berpisah dan mencari pasangan setia berikutnya, seperti pelaku kawin-cerai. Perilaku ini merupakan perilaku yang berisiko tertular dan menularkan HIV].

Terkait dengan cara B di atas jika dikaitkan dengan perilaku laki-laki ‘hidung belang’ akan berdampak buruk karena banyak laki-laki ‘hidung belang’ yang mempunyai pasangan tetap di kalangan pekerja seks komersial (PSK), ada dalam bentuk ‘suami’ atau ‘pacar’ (di P Jawa dikenal dengan sebutan kiwir-kiwir). Para laki-laki ‘hidung belang’ merasa tidak berganti-ganti pasangan karena setiap kali mereka melacur dengan PSK mereka melakukannya dengan ‘istri’ atau ‘pacar’.

C- Cegah dengan menggunakan Kondom, yang merupakan alat bantu kesehatan untuk Kelurga Berencana dan mencegah penularan berbagai penyakit seksual, termasuk penularan HIV [Tanggapan: kapan dan siapa yang harus memakai kondom untuk mencegah penularan HIV? Tidak ada penjelasan dalam brosur ini].
  
O – Jauh penggunaan napza, terutama ATS dan napza suntik yang dapat mendorong penularan HIV [Tanggapan: Pertama, istilah napza sudah tidak dipakai karena tidak semua zat adiktif termasuk narkoba. Yang tepat adalah narkoba. Kedua, risiko penularan HIV melalui narkoba hanya bisa terjadi kalau narkoba dimasukkan ke dalam tubuh dengan jarum suntik yang dipakai bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian].

VI. Dalam buklet “Mengenal dan Menanggulangi HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual dan Narkoba” (tanpa tahun) yang diterbitkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Prov Banten, di halaman 3 disebutkan: Pencegahan Penularan (maksudnya HIV/AIDS-pen.), yaitu:

1. Menghindari hubungan seks diluar nikah/berganti-ganti pasangan [Tanggapan: Pertama, penularan HIV bisa terjadi di dalam dan di luar nikah. Ini terjadi kalau salah satu mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, berganti-ganti pasangan bukan penyebab penularan HIV karena penularan HIV bisa terjadi pada ganti-ganti pasangan kalau salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom].

5. Perempuan dengan HIV positif agar tidak hamil dan bila hamil mengikuti program pencegahan HIV dari ibu ke anak [Tanggapan: persoalannya adalah bagaimana seorang perempuan mengetahui dirinya sudah tertular HIV?].

VII. Dalam brosur “Remaja, Waspadai HIV dan AIDS ..!!!” yang diterbitkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bangka Belitung (tanpa tahun) dipakai bahasa ‘gaul’ remaja. Bahasa gaul adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dipakai pada cetakan, seperti buku, brosur, surat, koran, majalah, dll. adalah bahasa tulisan. Bahasa lisan, apalagi dalam bentuk slang (ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti) tidak akan efektif karena tidak semua orang, dalam hal ini remaja, memahami bahasa slang.

Dalam brosur ini disebutkan: “WASPADA lah Friends … HIV DAPAT menular melalui:

Hubungan seks diluar nikah/seks Bebas [Tanggapan: Pertama, penularan HIV bisa terjadi di dalam dan di luar nikah.  Kedua, kalau seks bebas diartikan hubungan seks di luar nikah maka tidak ada kaitan langsung antara seks bebas dan penularan HIV].

Ada lagi pernyataan, masih dengan bahasa slang: Kau pasti pengin tidak tertular kan, Guys? Ikuti tips berperilaku sehat berikut ya!

Kuatkan Iman dan Taqwa! [Tanggapan: Pertama, apa alat ukur, takar, timbang dan perlengkapan yang dipakai? Kedua, siapa yang berhak mengukur iman dan taqwa? Ketiga, apa ukuran iman dan taqwa yang bisa mencegah HIV?]

Tips di atas merupakan pukulan berat dan penghinaan bagi orang-orang yang tertular HIV melalui transfusi darah, ibu-ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suaminya, dan bayi yang tertular HIV dari ibunya. Tips itu mengesankan mereka ini tertular HIV karena iman dan taqwanya tidak kuat.

VIII. Buklet “Informasi Dasar HIV & AIDS dan IMS” yang diterbitkan KPA Provinsi Papua (tanpa tahun) di halaman 6 disebutkan: Untuk mencegah terinfeksi HIV ada beberapa pilihan perilaku yang dapat dilakukan.

A = (Abstinentia) = puasa seks, anda jauhi hubungan sex diluar nikah [Tanggapan: Pertama, penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, di dalam nikah pun bisa terjadi penularan HIV kalau salah satu mengidap HIV/AIDS dan suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama].

B = (Be faithful) Baku setia pada pasangan yang sah/satu pasangan saja (istri/suami) [Tanggapan: Pertama, pada pasangan suami-istri yang setia pun bisa terjadi penularan HIV kalau salah satu di antara mereka mengjdap HIV/AIDS dengan kondisi suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, kalau satu pasangan dua-duanya tidak mengjdap HIV maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun mereka pasangan di luar nikah, seperti ‘kumpul kebo’].

C = (Condom) Cegah dengan kondom. Penggunaan kondom secara tepat dan konsisten pada setiap kegiatan seksual berisiko dapat melindungi anda dari penularan HV ataupun IMS [Tanggapan: tidak dijelaskan seperti apa kegiatan seksual berisiko].

IX. Dalam brosur “HIV/AIDS dan Program Penanggulangannya” yang diterbitkan oleh Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Provinsi Sumatera Barat (Padang, 2009) disebutkan:

- Mengapa AIDS ditakuti? Sebab AIDS dapat menyerang semua orang tanpa pandang bulu [Tanggapan: pernyataan ini sensasional sehingga mengabaikan fakta. Yang menular adalah HIV, dan HIV tidak akan menyerang siapa saja. Risiko tertular HIV tergantung kepada perilaku seksual orang per orang kecuali ibu-ibu rumah tangga dan bayi].

- Mengapa AIDS ditakuti? AIDS dapat mematikan [Tanggaan: yang mematikan pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan HIV atau AIDS, tapi penyakit yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC].

Bagaimana cara mencegah penularan HIV/AIDS?

- Hindarkan hubungan seks diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan seks dengan 1 orang pasangan seks, tidak berhubungan seks dengan orang lain [Tanggapan: Pertama, penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena dilakukan di luar nikah (sifat hubungan seksual), tapi karena salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Kedua, biar pun hanya dilakukan dengan satu orang kalau pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS maka ada risiko tertular HIV kalau laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama].

X. Dalam brosur “Fakta tentang HIV & AIDS” diperbanyak oleh GF-AIDS Indonesia HIV-AIDS Comprehensive Care Nusa Tenggara Barat, 2009, disebutkan:

- HIV menular melalui Hubungan seks dengan orang yang HIV positif tanpa menggunakan kondom [Tanggapan: persoalannya adalah orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisiknya].

- Cara Mencegah Penularan HIV: jauhi hubungan SEKS dengan orang yang HIV positif tanpa menggunakan KONDOM [Tanggapan: orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisiknya].

Satu hal yang tidak dipaparkan dalam brosur dan buklet yang dibahas dalam tulisan ini adalah tentang perilaku berisiko tertular HIV/AIDS karena yang disebutkan hanya cara penularan HIV yaitu al. melalui hubungan seksual dengan yang mengidap HIV/AIDS.

Persoalannya, orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak bisa dikenali dari fisiknya. Tentu saja tidak mungkin bertanya tentang status HIV kepada (calon) pasangan. Juga tidak mungkin membawa-bawa alat (kit) tes HIV setiap kali mau melakukan hubungan seksual.

Maka, yang paling utama disampaikan dalam brosur dan buklet adalah perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

1). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti.

2). Perempuan yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti.

3). Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan yang sering berganti-gamti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria.

4). Melakukan hubungan seksual tanpa kondom pada pasangan suami-istri pelaku kawin-cerai.

5). Melakukan hubungan seksual tanpa kondom pada hubungan seks anal Laki-laki Suka Seks Laki-laki (LSL).

Sayang, dalam banyak brosur dan buklet tidak ada penjelasan tentang cara melindungi diri agar tidak tertular HIV secara komprehensif.

Brosur dan buklet itu sudah disebarluaskan kepada masyarakat. Maka, tidaklah mengherankan kalau sampai hari ini tetap saja ada yang tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat. Itu semua terjadi karena informasi HIV/AIDS sebagai materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tidak pernah sampai ke masyarakat dalam bentuk yang utuh dengan materi yang akurat. 
***[AIDS Watch Indonesia]***

5 komentar:

  1. trus brosur yang bagaimana yang tepat? solusinya??????

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Anonymous, trims. Brosur yg tepat dalah brosur yg berisi materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tt HIV/AIDS yang konkret dan objektif. Dalam brosur dipaparkan fakta medis terkait HIV/AIDS, seperti cara-cara penularan dan cara-cara pencegahan yang realistis.

      Persoalannya adalah pemerintah, sebagaian besar LSM, aktivis, dll. memakai pijakan moral dalam menjelaskan HIV/AIDS. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis sehingga cara-cara penularan dan pencegahan bisa dilakukan dengan teknologi kedokteran.

      Materi KIE HIV/AIDS yg berpijak dan dibalut dg moral akan menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

      Hapus
  2. anggapan seperti anda inilah yg akan semakin menyuburkan hiv/aids. anda tidak ingin mengkaitkan resiko penularan hiv/aids dengan iman/taqwa dan moral, sungguh sangat lucu dan ironis. orang terkadang menganggap masalah ini sdh sedemikian ruwet shg untuk menyelesaikan akar masalahnya akan sangat sulit shg cukup menghindar agar tdk tertular. ini ibarat kita memelihara bom waktu yg setiap saat akan meledak. padahal anda tahu dengan jelas perilaku seks yg tdk sesuai norma agama dan moral lah pangkal hiv/aids. memang di pernikahan bs sj menular tp itu jika si suami atau istri ad/ salah satunya pelaku seks bebas iya kan? kenapa anda menafikkan itu??? anda ini seperti penjual kondom yg mengatakan silahkan berhubungan seks dengan siapa saja yg penting pake kondom aman dan tidak tertular hiv/aids, padahal banyak sekali penelitian yg menunjukkan kondom tidak menjamin 100 persen tdk terjadinya penularan, dan yang terpenting tulisan2 disini semuanya isinya adalah kampanye seks bebas, mengerikan.

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas tanggapan Anda.

    Pertama, akan lebih etis, santun dan agamis klu Anda menanggapi materi tulisan (content) bukan menyerang prbadi.

    Kedua, silakan tanggapi bagian yang menurut Anda tidak benar.

    Ketiga, sebagai wartawan yang saya lakukan adalah menyampaikan FAKTA terkait dengan HIV/AIDS.

    Keempat, saya sama sekali tidak berkepentingan dengan bisnis kondom.

    BalasHapus
  4. maaf saya juga tidak setuju dengan pendapat anda bapak syaiful w harahap..Perubahan perilaku dari beresiko menjadi tidak beresiko akan sulit dilakukan jika mind set yang dpakai hanya dari sisi pencegahan medis saja sehingga bisa dicegah dengan melulu "teknologi kedokteran"...Contoh : Seringkali seseorang yang mengetahui bahwa memakai kondom cukup efektif dalam pencegahan penularan HIV dan IMS, ternyata tidak mampu menggunakan kondom secara konsisten.....Harus ada motivasi dalam diri yang kuat untuk mampu merubah perilaku bersiko nya, dan itu tidaklah cukup dari diri mereka sendiri, karena manusia tempatnya lemah...semua yang terjadi di dunia, tiada tanpa seizin Yang Maha Kuasa..sehingga unsur "teknologi kedokteran" saja tidak cukup...Seseorang harus meningkatkan ketahanan dirinya dengan mendekatkan diri kepada Penciptanya sehingga mampu bertahan ...

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.