09 Agustus 2012

17 PSK di Blora, Jateng, Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS

ceftriqueen.blogspot.com
Tanggapan Berita. “Sebanyak 17 pekerja seks komersial (PSK) di Blora dinyatakan mengidap penyakit HIV-AIDS. Hal itu diketahui setelah Dinas Kesehatan melakukan Serro Survey beberapa pekan lalu.” Ini lead di berita “17 PSK di Blora Terinfeksi HIV-AIDS” (suaramerdeka.com,  4/8-2012).

Ada beberapa hal yang tidak akurat pada lead berita di atas. Pertama, HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah suatu kondisi pada seseorang yang sudah tertular HIV antara 5 -15 tahun. Kedua, yang dilakukan dinas kesehatan itu adalah survailans tes HIV untuk mendapatkan prevalensi yaitu perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu yang tertentu pula.

Karena sifatnya hanya survailans, maka 17 PSK itu tidak bisa dinyatakan mengidap HIV. Standar baku tes HIV menyaratkan setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain. Ada tes konfirmasi Western blot. Ini mahal dan hanya ada di RSCM Jakarta. WHO menganjurkan tes HIV dengan reagent ELISA tiga kali sebagai konfirmasi tapi dengan reagent dan teknik yang berbeda.

Dengan data itu wartawan bukan membesar-besarkan angka 17 sebagai sensasi, tapi membawa data itu ke tataran realitas sosial. Artinya, kalau di antara yang 17 PSK itu ada yang benar-benar mengidap HIV/AIDS, maka ada dua kemungkinan, yaitu:

(1) HIV/AIDS pada PSK itu ditularkan oleh laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang. Ini artinya sudah ada laki-laki di masyarakat yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi.

(2) PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tsb. sudah tertular HIV di luar Blora. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom berisiko tertular HIV.

Pada tataran epidemiologi laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Jumlah kasus yang terdeteksi pada PSK itu yaitu 17 merupakan bagian dari 106 PSK yang mengikuti survailans. Ini artinya ada 16 persen.

Dengan kondisi itu berarti risiko laki-laki ‘hidung belang’ yang melacur tanpa kondom sangat tinggi karena dari 10 PSK ada 2 yang mengidap HIV/AIDS. Probabilitas seorang laki-laki ‘hidung belang’ melakukan hubungan seksual dengan PSK yang mengidap HIV/AIDS sangat besar.
PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tsb. ‘praktek’ di lokalisasi pelacuran Kampung Baru, Kec Jepon, Sumberarum Cepu, Ngelebok Cepu dan Kunduran.

Maka, yang perlu dikembangkan wartawan berdasarkan data itu adalah memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa di tempat-tempat pelacuran itu ada PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Bagi laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi itu dianjurkan untuk menjalani tes HIV karena mereka berisiko tertular HIV.

Untuk mendapatkan fakta empiris, maka wartawan melakukan pengamatan di lokalisasi pelacuran yang disebutkan untuk memberikan gambaran ril tentang tingkat risiko penularan HIV. Misalnya, mengambarkan tingkat pemakaian kondom serta profil pengunjung, terutama tentang status pernikahan laki-laki ‘hidung belang’.

Jika pemakaian kondom rendah, maka Pemkab Blora harus membuat regulasi agar laki-laki ‘hidung belang’ memakai kondom setiap kali sanggama dengan PSK.

Dampak tingkat pemakai kondom yang rendah pada hubungan seksual dengan PSK dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi yang mereka lahirkan.

Kalau Pemkab Blora tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki ‘hidung belang’, maka penyebaran HIV di Kab Blora akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.